Peluncuran modul pelatihan berjenjang pendidikan inklusif

Siaran Pers
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Nomor: 86/sipers/A6/III/2024

Gotong Royong Bantu Satuan Pendidikan Berikan Layanan Pendidikan Inklusif untuk Semua Murid

Jakarta, 22 Maret 2024 — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan modul pelatihan berjenjang tentang pendidikan inklusif untuk seluruh guru di Indonesia yang dapat diakses melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM), Kamis (21/3). Peluncuran ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen), Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), perwakilan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM), Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Ketua dan Pengurus Dharma Wanita Persatuan Kemendikbudristek, perwakilan guru, dan komunitas pendidikan yang peduli terhadap isu layanan dan akses pendidikan inklusif.

Dirjen GTK, Nunuk Suryani, mengatakan bahwa modul pelatihan tersebut dapat dipelajari secara mandiri dan bersama-sama oleh guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah/penilik di seluruh Indonesia. Pelatihan berjenjang tentang pendidikan inklusif melalui modul pembelajaran ini dapat diakses di Platform Merdeka Mengajar (PMM). Modulnya terbagi atas tiga tingkat yakni dasar, lanjut dan mahir.

“Saya berharap agar guru-guru di seluruh Indonesia mau belajar agar dapat membantu mewujudkan ekosistem satuan pendidikan yang aman, ramah, dan menyenangkan,” demikian disampaikan Nunuk Suryani pada kamis di Jakarta (21/3).

Pada kesempatan yang sama, perwakilan Tim Pengembang Modul Pendidikan Inklusif, Siti Luthfah, menjelaskan topik yang dibahas dalam modul tingkat dasar yang pertama adalah tentang keragaman peserta didik. Pertama, pendidik diajak untuk memahami dan menghargai keragaman yang ada di dalam kelas.

Kedua, topik tentang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pada topik ini, pendidik diharapkan dapat merespons kebutuhan semua peserta didik tanpa terkecuali dan pengelolaan kelas yang berpusat pada semua peserta didik. Topik yang terakhir adalah kolaborasi para pendidik untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, ramah, dan menyenangkan.

“Tentunya melalui modul ini diharapkan dapat menghasilkan pendidik yang punya keluasan hati, sehingga dapat mewujudkan pembelajaran dan pendidikan yang aman, ramah, dan menyenangkan di satuan pendidikan. Semoga hal ini dapat bermanfaat sebagaimana visi dan tujuan kita. Mari kita berkolaborasi untuk mewujudkannya bersama-sama. Untuk bapak dan ibu guru, selamat menyelami modul ini,” ujar Siti.

Dukungan Berbagai Pihak untuk Layanan Pendidikan Inklusif bagi Semua Murid

Peluncuran modul pelatihan berjenjang tentang pendidikan inklusif ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Kepala SD Negeri Blimbing Lama 2, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Sariyati Bahanah. Ia mengatakan modul ini dapat membantu para guru untuk mengembangkan kompetensi dalam mengelola keragaman dalam kelas mereka, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.

Sariyati mengisahkan, sekolahnya mempunyai murid berkebutuhan khusus namun guru-guru tidak punya pengalaman menangani anak berkebutuhan khusus. Berbekal tekad yang kuat, ia dan para guru terus belajar untuk bisa memberikan layanan terbaik bagi anak berkebutuhan khusus. “Modul pendidikan berjenjang pendidikan inklusif yang sudah diunggah di PMM akan sangat membantu guru-guru kami mengembangkan kompetensi tentunya,” kata Sariyati.

Ia bercerita, meski memiliki murid berkebutuhan khusus, namun mereka tidak pernah membeda-bedakan para peserta didik. Guru dan murid saling berkolaborasi agar tercipta pembelajaran yang menyenangkan di kelas. “Kami tidak pernah membatasi murid yang berkebutuhan khusus untuk bergaul dengan siapa saja di sekolah. Mau bergaul dengan kakak kelas, adik kelas, silakan. Hal yang terpenting adalah dia gembira di sekolah,” tutur Sariyati.

Senada dengan Sariyati, Guru SMA Negeri 1 Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Muhammad Mujiyono, juga menceritakan tentang penolakannya saat menerima peserta didik berkebutuhan khusus di sekolahnya tahun 2012. “Saat itu mengajar murid nondisabilitas saja repot, apalagi mengajar anak penyandang disabilitas. Tapi seiring pengetahuan saya bertambah, saya mulai paham pentingnya memberi pelayanan pendidikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus,” ujar Mujiyono.

Saat ini sudah ada 16 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SMA Negeri Gedangan Sidoarjo. Seluruh ekosistem pendidikan di sekolah tersebut dapat menerima apapun keragaman karakteristik peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.

Dukungan lainnya datang dari Komisi Nasional Disabilitas (KND). Menurut Ketua KND, Dante Rigmalia, tidak ada lagi alasan bagi para guru mengatakan mereka tidak bisa karena kesempatan sudah dibuka seluas-luasnya untuk dapat belajar mandiri melalui modul pembelajaran ini.

“Sebagai lembaga pemantau implementasi upaya penghormatan perlindungan teman-teman disabilitas, kami sangat berharap ada sebuah monitoring implementasi pelaksanaan pembelajaran mandiri di PMM ini. Hal tersebut dapat memastikan efektivitas dan juga hasil yang dicapai terhadap guru-guru yang sudah melaksanakan praktik modul. Mengingat di setiap sekolah pasti punya peserta didik berkebutuhan khusus, maka layanilah mereka dengan hati. Pandang mereka sama seperti peserta didik pada umumnya,” kata Dante.

CEO komunitas yang aktif bergerak dalam pemberdayaan disabilitas, Konekin (Koneksi Indonesia Inklusif), Marthella Sirait, menambahkan pentingnya kolaborasi para guru untuk mengedukasi semua pihak tentang keragaman dan inklusi. “Perlu digarisbawahi tentang bagaimana para guru-guru ini dapat berkolaborasi dan mengedukasi. Kita bekerja sama untuk pendidikan inklusif,” kata Marthella.

Sementara itu, kehadiran pelatihan berjenjang tentang pendidikan inklusif ini juga mendapat apresiasi dari kalangan orang tua. Para orang tua merasa lebih percaya dan merasa aman jika menempatkan anak-anak mereka di sekolah.

Berikutnya, perwakilan Humas Forum Keluarga Spesial Indonesia (FORKESI), Khairunnisa, menceritakan pengalamannya yang memiliki anak berkebutuhan khusus dan bersekolah di sekolah reguler. Khairunnisa mengatakan, “Alhamdulillah saya menemukan sekolah yang menerima anak saya, dan kepala sekolahnya sangat komunikatif dan kami berusaha berkomunikasi mengenai pembelajaran dan aktif dalam kegiatan sekolah.

Diakui Khairunnisa, memiliki anak berkebutuhan khusus tentu bukanlah hal yang mudah. Meski demikian, ia mengaku mendapat banyak hikmah yang diambil dengan kondisinya ini. “Pelajarannya banyak sekali, khususnya untuk diri saya yang menjadi lebih bersabar lebih ikhlas. Mereka anak-anak hanya tahu baik dan buruk. Kita harus bisa memberikan lingkungan yang baik untuk mereka,” tutupnya.

Repost :
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

You May Also Like

Skip to content